Melepas
KH. Ali Mustafa Yaqub, sang imam moderat
K.H. Ali Mustafa Yaqub
(kedua kiri) mendampingi Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry (kedua
kanan) saat mengunjungi Masjid Istiqlal, Jakarta (16 Februari 2014).
Mantan Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof. Dr.
KH. Ali Mustafa Yaqub, MA, berpulang pada usia 64 tahun, Kamis (28/4/2016).
"Meninggal pada kamis pagi, sekitar pukul 06.00
WIB," demikian penjelasan Kepala Protokol Masjid Istiqlal, Abu Hurairah
Abdul Salam, yang dikutip Kompas.com (28/4).
Ali tutup usia di Rumah Sakit Hermina,
Ciputat, Tangerang Selatan. Saat ini, jenazahnya disemayamkan di kediamannya,
Jalan SD Inpres Nomor 11, Pisangan, Ciputat, Tangerang Selatan. Menurut
rencana, jenazah akan dimakamkan di area Ponpes Darussunnah, Ciputat, Tangerang
Selatan --pondok pesantren asuhannya.
Di media sosial, kabar duka ini menyita
perhatian publik. Kata kunci "Ali Mustafa Yaqub"
terlihat merajai Tren Twitter
Indonesia, Kamis siang (28/4). Kata kunci lain macam "Imam Besar Masjid Istiqlal"
juga tampak wira-wiri dalam daftar topik percakapan populer itu.
Sejumlah tokoh juga menyampaikan ungkapan duka
cita melalui Twitter. Termasuk di antaranya @Pak_JK, akun resmi Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Akun @saidaqil (159 ribu pengikut)
--dikenal milik Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil
Siroj-- juga mengajak pengikutnya untuk mengirimkan doa untuk mendiang.
Tentang Ali Mustafa Yaqub
Ali Mustafa Yaqub, menjabat sebagai imam besar
Masjid Istiqlal pada Desember 2005. Ia memegang amanah itu sampai Januari 2016 --digantikan oleh Guru Besar UIN Jakarta Prof.
Dr. Nasaruddin Umar MA.
Ali kerap mengungkapkan pandangan moderat soal
Islam. Salah satunya saat diminta berpendapat soal teorisme dan jihad. Dalam
pandangan Ali, jihad memiliki aturan, dan terorisme tak masuk dalam kategori
jihad.
"Coba yang namanya teroris, begitu mereka
meledakkan bom, jangankan wanita, anak yang masih dalam kandungan pun ikut
meninggal. Jadi jangan dibawa-bawa jihad dalam segala macam aksi
terorisme," kata pria kelahiran Batang, Jawa Tengah itu, dilansirInilah.com (7/4) --tiga pekan sebelum berpulang.
Pandangan moderat Ali juga dikenang santrinya.
Misalnya bisa disimak dalam catatan salah seorang santrinya, Hengki Ferdiansyah
(h/t Islami.co). Hengki menceritakan kembali penjelasan sang
guru soal pakaian syuhrah.
Pakaian syuhrah adalah pakaian yang
berbeda dari pakaian yang dipakai oleh penduduk negeri di mana pemakainya
tinggal. Pakaian jenis ini, kata Ali, kerap dipakai karena si pemakainya ingin
lebih dikenal.
Dalam bukunya Setan Berkalung Surban, Ali menyebut surban dan jubah haram. Ali menggolongkan surban
dan jubah dalam kategori syuhrah, karena masyarakat Indonesia tak lazim
berpakaian seperti itu.
Ia menyitir hadis riwayat Ibnu Majah:
"Siapa yang memakai pakaian syuhrah di dunia, maka Allah
akan memakaikannya pakaian kehinaan pada Hari Kiamat, kemudian ia dibakar di
api neraka".
Tak heran bila dalam satu majelis, Ali menegur
seorang santrinya yang memakai jubah putih. "Kalian jangan tua sebelum
masanya," kata Ali dengan nada guyonan.
Semasa menjadi imam besar Masjid Istiqlal, Ali
dikenang sebagai pemandu para pemimpin dunia, dalam kunjungan-kunjungan mereka
ke masjid kebanggaan Indonesia itu.
Detikcom mencatat beberapa pemimpin yang sempat
menerima sambutan dan panduan Ali: Presiden Amerika Serikat, Barrack Obama
(Desember 2010), Presiden Austria Heinz Fischer (November 2010), dan Perdana
Menteri Norwegia, Erna Solberg (2015).
Ihwal kunjungan Obama --didampingi juga oleh
ibu negara AS, Michele Obama-- Ali punya kenanagan khusus. "Pertama kali
Obama langsung mengucapkan Assalamualaikum. Lalu saya menjawab 'waalaikum salam dan selamat datang di tanah air anda yang
kedua'," kenang Ali, dikutip Republika.co.id.
Merujuk Wikipedia, Ali muda tercatat sebagai santri di
Pesantren Seblak dan Pesantren Tebuireng, keduanya terletak di Jombang, Jawa
Timur. Di kota yang sama ia mengecap pendidikan tinggi di Fakultas Syariah
Universitas Hasyim Asy'ari.
Pada tahun 1976, Ali menuntut ilmu ke Riyadh,
Arab Saudi. Di sana, ia menimba ilmu Syariah di Universitas Islam Imam Muhammad
bin Saud. Ia lantas melanjutkan studi pasa-sarjana di Universitas King Saud,
dengan fokus bidang Tafsir dan Hadis. Adapun gelar doktor diraihnya dari Universitas Nizamia, Hyderabad,
India, dengan spesialisasi Hukum Islam (2008).
Nahdlatul Ulama (NU) mengenang Ali sebagai
intelektual dengan fokus ilmu Hadis. Situs resmi NU mencatat ada 37 karya ilmiah yang dihasilkan
Ali semasa hidup. Termasuk di antaranya: Kritik Hadits (1995), Islam Between War and
Peace (2009), dan Ijtihad, Terorisme dan Liberalisme (2012).
0 Response to "wafat nya imam besar istiqlal"
Posting Komentar