Tepatkah
Belajar Agama Tanpa Guru?
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah dalam
Kitabul ‘Ilmi menjelaskan bahwa seseorang penuntut ilmu hendaknya memiliki guru
dan tidak membiarkan dirinya belajar sendiri
Mempelajari agama Islam merupakan kewajiban bagi setiap
pemeluknya. Dalil-dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah telah banyak menunjukkan
tentang wajibnya ibadah yang satu ini. Hari ini setiap orang yang ingin
mempelajari Islam dapat dengan mudah melakukannya. Kemajuan dunia teknologi dan
berkembangnya dunia tulis-menulis khususnya buku-buku agama Islam membuat
setiap orang bisa kapan saja dan dimana saja mempelajari agamanya. Akan tetapi
ada satu hal yang perlu diperhatikan belakangan ini, beberapa orang merasa
cukup untuk belajar dari buku-buku dan tulisan-tulisan yang beredar di berbagai
media, tanpa perlu bimbingan seorang guru. Apakah hal ini tepat bagi seorang
muslim dalam mempelajari agama-Nya, khususnya para penuntut ilmu ? Simak
paparan berikut ini.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah dalam
Kitabul ‘Ilmi menjelaskan bahwa seseorang penuntut ilmu hendaknya memiliki guru
dan tidak membiarkan dirinya belajar sendiri tanpa bimbingan. Seseorang yang
memiliki guru akan memperoleh beberapa manfaat, diantaranya:
Menemukan metode yang mudah dalam belajar. Dia tidak perlu
bersusah payah memahami sebuah kitab untuk melihat apa pendapat yang paling
kuat dan apa sebabnya, demikian pula apa pendapat-pendapat yang lemah dan
alasannya. Ketika seseorang memiliki guru, maka guru itu yang akan mengajarinya
dengan metode yang lebih mudah. Guru itu akan menjelaskan perbedaan pendapat di
kalangan ahli ilmu, manakah pendapat yang terkuat beserta dalil-dalilnya. Tidak
diragukan lagi, hal ini sangat bermanfaat bagi penuntut ilmu.
Lebih cepat paham. Seorang penuntut ilmu jika membaca di
hadapan gurunya akan lebih cepat mengerti dibandingkan jika mempelajari
sendiri. Jika dia hanya membaca seorang diri, boleh jadi ia akan menemukan
istilah-istilah baru yang sulit untuk dipahami dan membutuhkan usaha serta
pengulangan yang memakan waktu dan tenaga. Bahkan bisa jadi dia jatuh dalam
kesalahan saat memahaminya
Adanya hubungan yang terjalin antara penuntut ilmu dan para
ulama. Maka dari itu membaca sebuah buku di hadapan para ulama lebih bermanfat
dan lebih utama daripada membacanya sendiri.
Di kesempatan lain, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
ditanya tentang sebuah ungkapan yang berbunyi :
مَنْ كَانَ شَيْخُهُ كِتَابَهُ
فَخَطَئُهُ أَكْثَرْ مِنْ صَوَابِهِ
“Barangsiapa yang gurunya adalah bukunya, maka kesalahannya
lebih banyak daripada benarnya”.
Syaikh mengatakan bahwa perkataan ini tidaklah benar maupun
salah secara mutlak. Akan tetapi seseorang yang belajar dari sebuah buku dan
orang-orang yang dikenal dengan ilmunya serta dapat dipercaya dalam
menyampaikan ilmunya secara bersamaan maka hal ini dapat meminimalisir kesalahan
yang terjadi. Wallahu A’lam.
***
Referensi: Kitabul ‘Ilmi, cetakan pertama, tahun 1417 H.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin. Penerbit Dar Tsaraya, Riyadh.
Jelang Dzuhur, STAI Ali bin Abi Thalib
0 Response to "BELAJAR TANPA GURU?"
Posting Komentar